"Belajar Sebagai Sarana Berjuang Menuju Pribadi Yang Taqwa"

Sejarah Terbentuknya IPNU mulai tahun 1955 - Sekarang

                                                       DOWNLOAD FILE VIA WORD (DOCX)
    
    A.     SEJARAH IPNU

IPNU adalah singkatan dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada tanggal 24 Februari 1954 M / 20 Jumadil Akhir 1373 H di Semarang. [1] IPNU adalah salah satu organisasi di bawah naungan Jamiyyah Nahdlatul Ulama. tempat berhimpun, wadah komunikasi, wadah aktualisasi dan wadah yang merupakan bagian integral dan potensi generasi muda Indonesia secara utuh. Oleh karena itu keberadaan IPNU memiliki posisi strategis sebagai wahana kaderisasi pelajar NU sekaligus alat perjuangan NU dalam menempatkan pemuda sebagai sumberdaya insani yang vital, yang dituntut berkiprah lebih banyak dalam kancah pembangunan bangsa dan negara dewasa ini.
Munculnya organisasi IPNU-IPPNU bermula dari adanya jam‘iyah yang bersifat lokal atau kedaerahan. Wadah tersebut berupa kumpulan pelajar dan pesantren yang dikelola dan diasuh para ulama. Jamiyah atau perkumpulan tersebut tumbuh di berbagai daerah hampir di seluruh Wilayah Indonesia, misalnya jam‘iyah Diba‘iyah. Jam‘iyah tersebut tumbuh dan berkembang banyak dan tidak memiliki jalur tertentu untuk saling berhubungan.
Tepatnya di Surabaya, putra dan putri NU mendirikan perkumpulan yang diberi nama TSAMROTUL MUSTAFIDIN pada tahun 1936. Tiga tahun kemudian yaitu tahun 1939 lahir persatuan santri Nahdlotul Ulama atau PERSANU. Di Malang pada tahun 1941 lahir persatuan Murid NU. Pada saat itu bangsa Indonesia sedang mengalami pergolakan melawan penjajah Jepang. Putra dan putri NU tidak ketinggalan ikut berjuang mengusir penjajah. Sehingga terbentuklah IMNU atau Ikatan Murid Nahdlotul Ulama di Kota Malang pada tahun 1945.
Di Madura berdiri perkumpulan dari remaja NU yang bernama IJMAUTTOLABIAH pada tahun 1945. Begitu juga di medan berdiri 2 organisasi serupa yaitu Subahul Muslimin (1945 ) Ijtimatul Tholabiyah ( 1945 ).  Meskipun masih bersifat pelajar, keenam jam‘iyyah atau perkumpulan tersebut tidak berdiam diri. Mereka ikut berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda dan Jepang. Hal ini merupakan aset dan andil yang tidak ternilai harganya dalam upaya merebut kemerdekaan.
Tahun 1950 di semarang berdiri Ikatan Mubaligh Nahdlatul Ulama dengan aggota yang masih remaja. Pada tahun 1953 di Kediri berdiri persatuan Pelajar NU (perpanu). Pada tahun yang sama di Bangil berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPENU) dan pada tahun 1954 di Medan berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
Sejak muktamar NU di Bandung tahun 1967, IPNU menjadi badan otonom NU dan pada Kongres IPNU X yang diselenggarakan di Jombang 29 Januari – 01 Februari 1988 IPNU berubah dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama.
Sejalan dengan perkembangan politik (Undang-Undang Keormasan No. 8 tahun 1985) dan relevansi dari tuntutan kehidupan masyarakat yang semula IPNU (pelajar) secara esensial perubahan tersebut menuntut adanya gagasan baru yang sejalan dengan gerak organisasi yang secara otomatis telah merubah orientasi IPNU dari Pelajar ke Putra. Perubahan nama tersebut merupakan langkah yang tepat, apalagi mengingat bahwa NU dalam muktamar ke 27 tahun 1984 memutuskan untuk kembali ke khitoh 1926 dan masih banyak lagi yang belum tercantum dalam naskah ini.
Seperti tersebut di atas masing-masing organisasi masih bersifat kedaerahan, dan tidak mengenal satu sama yang lain. Meskipun perbedaan nama, tetapi aktifitas dan haluannya sama yaitu melaksanakanb faham atau ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Titik awal inilah yang merupakan sumber inspirasi dari para perintis pendiri IPNU-IPPNU untuk menyatukan langkah dala membentuk sebuah perkumpulan.

Aspek-sapek yang melatarbelakangi IPNU-IPPNU berdiri antara lain:
a.    Aspek Idiologis.
Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama Islam dan berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jamaah sehingga untuk melesrtarikan faham tersebut diperlukan kader-kader penerus yang nantinya mampu mengkoordinir , mengamalkan dan mempertahankan faham tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.
b.      Aspek Paedagogis / Pendidikan
adanya keinginan untuk menjembatani kesenjangan antara pelajar dan mahasiswa di lembaga pendidikan umum dan pelajar di pondik pesantren.
c.      Aspek Sosiologi
Adanya persaman tujuan, kesadaran dan keihlasan akasn pentingnya suatu[2] wadah pembinaan bagi generassi penerus para Ulama dan penerus perjuangan bangsa.


Lahirnya IPNU merupakan organisasi termuda dilingkungan NU sebagai langkah awal untuk memasyarakatkan IPNU, maka pada tanggal 29 April –1 Mei 1954 diadakan pertemuan di Surakarta yang dikenal dengan KOLIDA atau Konfrensi Lima Daerah, yang meliputi Yogyakarta, semarang, Kediri, Surakarta dan Jombang dan menetapkan M. Tolchah Mansur sebagai Pucuk Pimpinan (Sekarang Pimpinan Pusat). Selang satu tahun, tapatnya diarena konggres pertama IPNU didirikan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri NU) 3 Maret 1955. Pada Kongres LP Ma’arif NU di Semarang pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H ( 24 Februari 1945 dijadikan hari lahirnya IPNU dengan para pendirinya antara lain :
a.       Tolhah Mansyur ( Jogja )
Pendidikan: SR-NU di Malang (1937), melanjutkan ke SMP Islam. Melanjutkan ke Taman Madya dan Taman Dewasa Raya (tingkat SLTA) dan tamat tahun 1951. Melanjutkan ke fakultas hokum, ekonomi, sosial dan politik (F-HESP) Gajah Mada tamat pada tahun 1964. Meraih gelar doctor dari kampus yang sama pada 17 Desember 1969. Membiasakan ikut Pesantren Ramadhan di Tebuireng dan Pesantren Lasem, Rembang.
Pengabdian: Sejak muda sudah memiliki bakat kepemimpinan yang menonjol. Ketika masih di SMP, dia sudah dipercaya menjadi sekretaris umum Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) untuk wilayah kota Malang, anggota organisasi Putra Indonesia, dan juga anggota pengurus Himpunan Putra Islam Indonesia di Malang. Pada tahun yang sama juga menjabat sekretaris Barisan Sabilillah untuk daerah pertempuran Malang selatan, sekaligus menjadi sekretaris bagian penerangan Markas Oelama Djawa Timoer (MODT).
Kegemaran organisasinya begitu tinggi. Semasa kuliah di Yogya, sederet jabatan penting organisasi juga disandangnya. Pernah menjabat ketua departemen penerangan PB PII, ketua I HMI Yogya, wakil panitia kongres persatuan perhimpunan mahasiswa Indonesia.
Dialah pencetus berdirinya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dalam komperensi Ma’arif NU di Semarang (1954). Tercatat dia sebagai pendiri IPNU, sekaligus ditunjuk sebagai ketuanya yang pertama. Posisi itu terus bertahan hingga tiga kali muktamar selanjutnya.
Ketika NU menjadi partai politik, Tolchah dipercaya menjabat Ketua Wilayah NU Yogyakarta. Tahun 1958 dia diangkat menjadi anggota DPR utusan partai NU. Pada saat yang sama terpilih sebagai anggota Dewan pemerintah Daerah Yogya yang kemudian berubah menjadi Badan Pemerintah Harian (1958-1972)
Sejak 1963 menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga. Kariernya meningkat menjadi Dekan Fakultas Usuluddin dan samapi menjabat Purek IAIN Sunan Kalijaga. Di sela kesibukannya sebagai dosen IAIN, ia juga mengajar di IKIP Yogya, IAIN Surabaya dan Akmil Magelang. Pernah menjadi Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), Rektor Universitas Hasyim As’ari Jombang (1970-1983) dan Dewan Fakultas Hukum UNU Surakarta. Dia juga menjadi anggota Badan Wakaf UII, Badan Wakaf IAIN Suanan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta.
Wafat 20 Oktober 1986/ 17 Shafar 1406 dalam usia 56 tahun, dimakamkan di Dusun Dongkelan, Taman Tirto, Bantul, tak jauh dari makam K.H. Munawir dan K.H. Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.
Beberapa hal yang pernah di sampaikan oleh KH. M. Tolhah Mansur adalah "Usia sampai tua buat apa kalau tidak bermanfaat. Ngapain usia sampai 80an, 90an kalau cuma jadi tanggungan keluarga, jadi merepotkan keluarga.”
“Cita-cita IPNU adalah membentuk manusia berilmu yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam masyarakat.” Itulah sepenggal pidato KH Tholhah Mansur dalam Muktamar IV IPNU di Yogyakarta tahun 1961. adalah untuk membentuk dan mencetak pelajar dan santri Nahdlatul Ulama yang berilmu yang tidak berlagak elitis dan eksklusif. Berilmu dalam konteks pidato di atas, mempunyai makna yang kompleks, definisi berilmu disini penulis artikan sebagai kapasitas seorang kader yang harus mempunyai ilmu pengetahuan sekaligus kecerdasan.
Apa maksud dari pengetahuan dan kecerdasan yang penulis maksud adalah, seorang kader IPNU, adalah agen yang harus mempunyai modalitas wawasan (baca: pengetahuan) yang implementatif, ready to use. Sehingga, kecerdasan disini merupakan upaya untuk mempraktekkan segala wawasan yang dimilikianya. Karena, melalui dua modalitas inilah kader-kader IPNU akan menjadi aset transformasi sosial bagi masyarakat yang lebih luas.
Cita-cita ini, tentu dilandasi dengan asas ideologis yang bersumber dari teks al-Quran, sebagaimana yang teruraikan melalui pesan surah al-Mujadalah: 11 yang menegaskan bahwa Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan) beberapa derajat. Landasan normatif ayat suci inilah yang menjadi pedoman pengembangan pengetahuan sekaligus kecerdasan agar selalu “kehausan” dalam meraup air-air ilmu pengetahun bagi para kader IPNU.
Namun, orientasi keilmuan ini tentu saja bukan dalam rangka mencapai ketinggian derajat semata, karena Kiai Tolchah dalam pidatonya tersebut melakukan taqyid al-makna, yang menegaskan keilmuan tersebut harus dilandasi sikap yang dekat dengan masyarakat. artinya, kader IPNU harus mempunyai karakter, yaitu sikap yang siap sedia kapanpun masyarakat memanggil. Sehingga, sangat absurd jika ada seorang kader IPNU yang tidak dekat dengan masyarakat, merasa terasing dari denyut kehidupan warganya. Dari fenomena ini, maka harus ada yang dibenahi dari internal individual atau pola kaderisasi yang kurang tepat. Karena, sikap elitis inilah yang sangat dikhawatirkan oleh Kiai Tolchah selaku founding fathers IPNU.
Cita dan asa Kiai Tolchah diatas, selanjutnya disimbolisasikan melalui logo IPNU yang sangat sarat makna. Gambar bulu angsa misalnya, dalam logo tersebut dimaknai sebagai spirit keilmuan yang harus tetap dilakukan oleh para kader, kemudian karakter yang istiqomah, berkomitmen dan selalu tuntas dalam setiap kinerja disimbolkan dengan logo IPNU yang berbentuk bulat.
Kemudian, bintang yang merupakan benda luar angkasa meniscayakan sebuah ketinggian harapan yang harus selalau tergenggam agar kader-kader tidak hanya hidup tanpa adanya cita-cita yang tinggi. Dari sekelumit kode-kode inilah, sebenarnya karakter keilmuan IPNU termanifestasikan dengan baik. Hal ituharus dipahami dan disadari oleh semua elemen pengurus, anggota, dan seluruh kader.
Sebuah kredo yang terkenal di IPNU: belajar, berjuang dan bertaqwa juga menjadi semacam world view yang mendarah daging, untuk terus melakukan kerja-kerja intelektual, sosial dan spiritual secara sekaligus. Selaras dengan makna nahdlah dalam nomenklatur Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan agama dan peradaban secara bersama-sama (nahdlah ad-diniyah wal madaniyah ma’an). Melihat kesinambungan gagasan konseptual serta falsafahnya, maka sangat masuk akal jika pembangunan dan keberlangsungan NahdlatulUlama sebagai garda pembentukan peradaban masyarakat Indonesia, berada dipundak kader-kader IPNU.
Untuk itulah, pembangunan kader-kader IPNU sama halnya dengan membangun NU di masa depan, dan memperhatikan NU sama dengan turut andil dalam membangun generasi bangsa Indonesia yang berkualitas di era yang akan datang. Selamat Harlah IPNU ke-63. Belajar, Berjuang dan Bertaqwa.[3]
b.      Sofwan Kholil ( Jogja )
c.       Abdul Aziz ( Jombang)
d.      Abdul Hadi ( Kediri )
e.       Ahmad Budairi ( Malang )
f.       Abdul Ghoni ( Semarang ) dll

    
 B. DINAMIKA PERKEMBANGAN IPNU
A.    Kondisi IPNU sebelum khithoh NU
Sebagai salah satu badan otonom NU, perkembangan IPNU - IPPNU tidak terlepas dari keberadaan NU, pada saat NU berstatus parpol tahun 1955 yang juga merupakan tahun-tahun perkembangan awal IPNU - IPPNU ternyata belum begitu banyak berkembang karena senantiasa bergelut dengan permasalahan politik praktis, sehingga yang terjadi prioritas IPNU-IPPNU perhatian adalah masalah perkembangan kuantitas bukan kualitas dan iklim yang kurang sehat ternyata juga mempengaruhi perkembangannya, dan tragisnya banyak kader IPNU - IPPNU harus memakai baju lain dan kurang leluasa memakai identitas NU dalam gerak sosial dalam masyarakat.

B.    Kondisi IPNU sesudah Khithoh 26 dan Kongres Jombang
Tepatnya diawali oleh hasil muktamar NU XXVII di Situbondo Jawa Timur khithoh NU 1926 terjawab, sehingga perjuangan NU adalah dalam bidang dakwah, Mabarot dan Pendidikan sebagaimana garis perhubungan yang telah ditetapkan oleh pendiri NU dan ternyata khithoh NU telah membawa angin segar IPNU - IPPNU merasakan keleluasaan memakai identitas NU karena NU bukan lagi menjadi salah satu parpol tetapi sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan.
Sedang kondisi IPNU - IPPNU pasca Kongres Jombang ternyata juga banyak membawa perubahan semula basis pembinaan IPNU - IPPNU adalah hanya putra – putri NU yang berstatus sebagai pelajar, tetapi sejak ditetapkannya perubahan nama dari Ikatan Putra Nahdlatul Ulama, berarti basis pembinaan IPNU - IPPNU semakin luas yakni seluruh putra – putri NU baik berstatus pelajar, santri maupun mahasiswa dan ternyata orientasi IPNU - IPPNU pun harus semakin luas.[6]

    C.     PERKEMBANGAN IPNU-IPPNU DARI KONGRES KE KONGRES


“Kongres Pertama Dibuka Oleh Soekarno dihadiri 30 cabang”
Perjalanan IPNU-IPPNU pendeklarasiannya mengalami kemajuan dan perkembangan mengiringi dinamika masyarakat indonesia. Aapun untuk mengkajinya dapat kita buka artefak sejarah IPNU-IPPNU yang dihasilkan dari beberpa konggres.
a.       Konggres I IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 24 Pebruari-3 Maret 1955, terpilih sebagai Ketua Umum; M. Tholchah Mansyur, dan pada kesempatan itu juga di deklarasikan IPPNU sebagai patner dalam mengkader generasi NU terutama putri-putrinya. Adapun keputusan penting yang dihasilkannya:
o   Berpartisipasi aktif dalam penataan generasi muda (pelajar) sesuai dengan situasi politik negara.
o   Bersama dengan LP Ma’arif bergerak membina sekolah
o   Mempersiapkan pembentukan wilayah.
b.      Konggres II IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 1-4 Januari 1957 di Pekalongan, terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Pembentukan wilayah-wilayah
o   Mengkaji keterkaitan dengan lembaga Pendidikan Ma’arif
o   Berpartisipasi dalam pembelaan negara
o   Mempersiapkan berdirinya departemen kemahasiswaan.
c.       Konggres III IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 27-31 Desember 1958, terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Mendirikan Departemen Perguruan Tinggi
o   Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
o   Berpartisipasi dalam pertahanan negara
o   Mempersiapkan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
d.      Konggres IV IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 11-14 Pebruari 1961 di Surabaya, terpilih sebagai Ketua Umum M. Tolchah Mansyur, akan tetapi mengundurkan diri akhirnya digantikan Ismail Makky dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
o   Berpartisipasi dalam pertahanan negara
o   Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
e.       Konggres V IPNU
Dilaksanakan pada bulan Juli 1963 di Purwokerto, terpilih sebagai Ketua Umum Ismail Makky dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Merekomendasikan KH. Hasyim As’ari untuk diangkat sebagai pahlawan Nasional
o   Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
o   Berpartisipasi dalam pertahanan negara
o   Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
f.       Konggres VI IPNU
Dilaksanakan pada tgl.20-24 Agustus 1966 di Surabaya bersaman dengan PORSENI Nasional, terpilih sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Lahirnya IPNU sebagai Badan Otonom NU
o   Memindahkan sekretariat Pusat dari Yogyakarta ke Jakarta.
o   Ikut langsung dalam pembersihan G30S/PKI di daerah-daerah
o   Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
o   Perkembangan pesat pada olah raga dan seni
g.      Konggres VII IPNU
Dilaksanakan pada tahun 1970 di Semarang, terpilih sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
o   Perkembangan pesat pada olah raga dan seni
h.      Konggres VIII IPNU
Dilaksanakan pada tgl.20-24 Agustus 1976 di Jakarta, terpilih sebagai Ketua Umum Tosari Wijaya dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Mengamanatkan pendirian departemen kemahasiswaan
o   Kiprah IPNU didunia politik mempunyai dampak negatif dan menghambat program pembinaan khususnya dilingkungan sekolah dan kampus serta masyarakat bawah. Meskipun disisi lain memperoleh keuntungan.
i.        Konggres IX IPNU
Dilaksanakan pada tahun 1981 di Cirebon, terpilih sebagai Ketua Umum Ahsin Zaidi dan Sekjen S. Abdurrahman sedang kebijakan yang dihasilkan : Perkembangan IPNU nampak menurun sebagaimana perkembangan politik negara, dan NU sebagai partai politik (PPP) berimbas pada IPNU, setelah itu UU no. 3 tahu 1985 tentang UU ORSOSPOL dan UU. 8 tahun 1985 tentang Keormasan yang mengharuskan IPNU hengkang dari Sekolahan/
j.        Konggres X IPNU
Dilaksanakan pada tgl.29-30 Januari 1988 di Jombang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid Sa’ady dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Penerimaan Pancasila sebagai asas IPNU
o   Lahirnya deklarasi perubahan nama dari Pelajar menjadi Putra NU.
k.      Konggres XI IPNU
Dilaksanakan pada tgl.23-27 Desember 1991di Lasem Rembang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid Sa’ady dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Rekomendasi pada pemerintah untuk pembubaran SDSB
o   Pelaksaan kegiatan IPNU tanpa keterikatan dengan IPPNU
o   Pelaksanaan kegiatan harus diteruskan pada struktur hingga kebawah
l.        Konggres XII IPNU
Dilaksanakan pada tgl.25-30 Januari 1995 di Garut, Jawa Barat dan terpilih sebagai Ketua Umum Hilmy Muhammadiyah, kebijakan yang dihasilkan a.l.: bahwa IPPNU sebagai organisasi kader bertekad mendukung kebijakan NU sebagai organisasi Induk dalam upaya pengembangan organisasi kedepan.
m.    Konggres XIII IPNU
Dilaksanakan pada tgl.23-26 Maret 2000 di Maros Makassar, Sulawesi Selatan, terpilih sebagai Ketua Umum Abdullah Azwar Anas dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o   Mengembalikan IPNU pada visi kepelajaran, sebagaimana tujuan awal pendiriannya.
o   Menumbuh kembangkan IPNU pada basis perjuangan, yaitu sekolah dan pondok pesantren
o   Mengembalikan CBP sebagai kelompok kedisplinan, kepanduan serta kepencinta-alaman.[4]
n.      Kongres XIV IPNU
Dilaksanakan pada tanggal 18 – 22 Juni 2003 (Sukolilo, Surabaya). Mujtahidur Ridho terpilih sebagai ketua umum. kebijakan yang dihasilkan :
§  Perubahan nama dari IPNU (Ikatan Putra Nahdlatul Ulama’) menjadi IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’);
§  Penekanan pada visi kepelajaran sebagaimana tujuan awal berdirinya;
§  Pengembangan Komisariat-Komisariat di Sekolah dan pondok pesantren dan perguruan tinggi.
o.      Kongres XV IPNU
Dilaksanakan pada 9-12 Juli 2006 (Jakarta). Terpilih sebagai ketua umum Idy Muzayad. Keputusan – keputusan penting dalam kongres ini adalah upaya mengakhiri masa transisi dari putra ke pelajar sesungguhnya. Mengubah Citra diri IPNu menjadi Prinsip prinsip perjuangan IPNU ( P2 IPNU ).
p.      Kongres XVI IPNU
Dilaksanakan pada 19-22 Juni 2009 (Brebes, Jawa Tengah). Ahmad Syauqi terpilih sebagai ketua umum. Pada pasal keanggotaan ditambah dengan Anggota kehormatan, yaitu orang yang berjasa kepada organisasi.
q.      Kongres XVII IPNU
Dilaksanakan pada 30 November – 4 Desember 2012 (Palembang). Khairul Anam Harisah terpilih sebagai ketua umum.
r.        Kongres XVIII IPNU
Dilaksanakan pada 4 – 8 Desember 2015 (Boyolali, Jawa Tengah). Terpilih sebagai ketua umum Asep Irfan Mujahid. Sesuai amanat muktamar ke 33 NU, usia maksimal IPNU diturunkan dari 29 menjadi 27 tahun. Penguatan dan penyiapan PKPT (Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi).[5]


[1] Pasal 1, PD dan PRT IPNU Kongres ke XVII 2015 di Boyolali
[2] Pimpinan Pusat IPNU, “Sejarah IPNU-IPPNU” diakses dari laman http://www.ipnu.or.id/sejarah-ipnu/ pada 13-11-2018
[3] Imam Fadli - Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU 2015-2018.
[4] WIKIPEDIA, “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’” diakses dari laman https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Pelajar_Nahdlatul_Ulama  pada 13-11-2018
[5] IPNU JATENG, “Catatan Spesial IPNU dari Kongres ke Kongres” diakses dari laman http://ipnujateng.or.id/catatan-spesial-ipnu-dari-kongres-ke-kongres/  pada 13-11-2018
[6] https://sites.google.com/site/ipnuippnutallo/sekilas-tentang-ipnu--ippnu 

Post a Comment

0 Comments