DOWNLOAD FILE VIA WORD (DOCX)
A.
SEJARAH IPNU
IPNU adalah singkatan dari Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada tanggal 24 Februari 1954 M / 20 Jumadil
Akhir 1373 H di Semarang. [1]
IPNU adalah salah satu organisasi di bawah naungan Jamiyyah Nahdlatul Ulama.
tempat berhimpun, wadah komunikasi, wadah aktualisasi dan wadah yang merupakan
bagian integral dan potensi generasi muda Indonesia secara utuh. Oleh karena itu keberadaan IPNU memiliki posisi
strategis sebagai wahana kaderisasi pelajar NU sekaligus alat perjuangan NU
dalam menempatkan pemuda sebagai sumberdaya insani yang vital, yang dituntut
berkiprah lebih banyak dalam kancah pembangunan bangsa dan negara dewasa ini.
Munculnya organisasi
IPNU-IPPNU bermula dari adanya jam‘iyah yang bersifat lokal atau kedaerahan.
Wadah tersebut berupa kumpulan pelajar dan pesantren yang dikelola dan diasuh
para ulama. Jamiyah atau perkumpulan tersebut tumbuh di berbagai daerah hampir
di seluruh Wilayah Indonesia, misalnya jam‘iyah Diba‘iyah. Jam‘iyah tersebut
tumbuh dan berkembang banyak dan tidak memiliki jalur tertentu untuk saling
berhubungan.
Tepatnya di Surabaya, putra
dan putri NU mendirikan perkumpulan yang diberi nama TSAMROTUL MUSTAFIDIN pada
tahun 1936. Tiga tahun kemudian yaitu tahun 1939 lahir persatuan santri
Nahdlotul Ulama atau PERSANU. Di Malang pada tahun 1941 lahir persatuan Murid
NU. Pada saat itu bangsa Indonesia sedang mengalami pergolakan melawan penjajah
Jepang. Putra dan putri NU tidak ketinggalan ikut berjuang mengusir penjajah.
Sehingga terbentuklah IMNU atau Ikatan Murid Nahdlotul Ulama di Kota Malang
pada tahun 1945.
Di Madura berdiri perkumpulan dari remaja NU yang
bernama IJMAUTTOLABIAH pada tahun 1945. Begitu juga di medan berdiri 2
organisasi serupa yaitu Subahul Muslimin (1945 ) Ijtimatul Tholabiyah ( 1945 ). Meskipun masih bersifat pelajar, keenam
jam‘iyyah atau perkumpulan tersebut tidak berdiam diri. Mereka ikut berjuang
dan berperang melawan penjajah Belanda dan Jepang. Hal ini merupakan aset dan
andil yang tidak ternilai harganya dalam upaya merebut kemerdekaan.
Tahun 1950 di
semarang berdiri Ikatan Mubaligh Nahdlatul Ulama dengan aggota yang masih
remaja. Pada tahun 1953 di Kediri berdiri persatuan Pelajar NU (perpanu). Pada
tahun yang sama di Bangil berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPENU) dan
pada tahun 1954 di Medan berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
Sejak muktamar NU di
Bandung tahun 1967, IPNU menjadi badan otonom NU dan pada Kongres IPNU X yang
diselenggarakan di Jombang 29 Januari – 01 Februari 1988 IPNU berubah dari
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama.
Sejalan dengan
perkembangan politik (Undang-Undang Keormasan No. 8 tahun 1985) dan relevansi
dari tuntutan kehidupan masyarakat yang semula IPNU (pelajar) secara esensial
perubahan tersebut menuntut adanya gagasan baru yang sejalan dengan gerak
organisasi yang secara otomatis telah merubah orientasi IPNU dari Pelajar ke
Putra. Perubahan nama tersebut merupakan langkah yang tepat, apalagi mengingat
bahwa NU dalam muktamar ke 27 tahun 1984 memutuskan untuk kembali ke khitoh
1926 dan masih banyak lagi yang belum tercantum dalam naskah ini.
Seperti tersebut di atas
masing-masing organisasi masih bersifat kedaerahan, dan tidak mengenal satu
sama yang lain. Meskipun perbedaan nama, tetapi aktifitas dan haluannya sama
yaitu melaksanakanb faham atau ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Titik awal
inilah yang merupakan sumber inspirasi dari para perintis pendiri IPNU-IPPNU
untuk menyatukan langkah dala membentuk sebuah perkumpulan.
Aspek-sapek yang
melatarbelakangi IPNU-IPPNU berdiri antara lain:
a.
Aspek Idiologis.
Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama Islam
dan berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jamaah sehingga untuk melesrtarikan faham
tersebut diperlukan kader-kader penerus yang nantinya mampu mengkoordinir , mengamalkan
dan mempertahankan faham tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara serta beragama.
b.
Aspek Paedagogis /
Pendidikan
adanya keinginan untuk menjembatani kesenjangan antara
pelajar dan mahasiswa di lembaga pendidikan umum dan pelajar di pondik
pesantren.
c.
Aspek Sosiologi
Adanya persaman tujuan, kesadaran dan keihlasan akasn
pentingnya suatu[2]
wadah pembinaan bagi generassi penerus para Ulama dan penerus perjuangan
bangsa.
Lahirnya IPNU merupakan organisasi termuda
dilingkungan NU sebagai langkah awal untuk memasyarakatkan IPNU, maka pada
tanggal 29 April –1 Mei 1954 diadakan pertemuan di Surakarta yang dikenal
dengan KOLIDA atau Konfrensi Lima Daerah, yang meliputi Yogyakarta, semarang,
Kediri, Surakarta dan Jombang dan menetapkan M. Tolchah Mansur sebagai Pucuk
Pimpinan (Sekarang Pimpinan Pusat). Selang satu tahun, tapatnya diarena
konggres pertama IPNU didirikan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri NU) 3 Maret 1955. Pada
Kongres LP Ma’arif NU di Semarang pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H ( 24
Februari 1945 dijadikan hari lahirnya IPNU dengan para pendirinya antara lain :
a. Tolhah Mansyur ( Jogja )
Pendidikan: SR-NU di Malang (1937), melanjutkan ke SMP Islam. Melanjutkan ke
Taman Madya dan Taman Dewasa Raya (tingkat SLTA) dan tamat tahun 1951.
Melanjutkan ke fakultas hokum, ekonomi, sosial dan politik (F-HESP) Gajah Mada
tamat pada tahun 1964. Meraih gelar doctor dari kampus yang sama pada 17
Desember 1969. Membiasakan ikut Pesantren Ramadhan di Tebuireng dan Pesantren
Lasem, Rembang.
Pengabdian: Sejak muda sudah
memiliki bakat kepemimpinan yang menonjol. Ketika masih di SMP, dia sudah
dipercaya menjadi sekretaris umum Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) untuk
wilayah kota Malang, anggota organisasi Putra Indonesia, dan juga anggota pengurus
Himpunan Putra Islam Indonesia di Malang. Pada tahun yang sama juga menjabat
sekretaris Barisan Sabilillah untuk daerah pertempuran Malang selatan,
sekaligus menjadi sekretaris bagian penerangan Markas Oelama Djawa Timoer
(MODT).
Kegemaran organisasinya begitu
tinggi. Semasa kuliah di Yogya, sederet jabatan penting organisasi juga
disandangnya. Pernah menjabat ketua departemen penerangan PB PII, ketua I HMI
Yogya, wakil panitia kongres persatuan perhimpunan mahasiswa Indonesia.
Dialah pencetus berdirinya Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dalam komperensi Ma’arif NU di Semarang (1954).
Tercatat dia sebagai pendiri IPNU, sekaligus ditunjuk sebagai ketuanya yang
pertama. Posisi itu terus bertahan hingga tiga kali muktamar selanjutnya.
Ketika NU menjadi partai politik,
Tolchah dipercaya menjabat Ketua Wilayah NU Yogyakarta. Tahun 1958 dia diangkat
menjadi anggota DPR utusan partai NU. Pada saat yang sama terpilih sebagai
anggota Dewan pemerintah Daerah Yogya yang kemudian berubah menjadi Badan
Pemerintah Harian (1958-1972)
Sejak 1963 menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga.
Kariernya meningkat menjadi Dekan Fakultas Usuluddin dan samapi menjabat Purek
IAIN Sunan Kalijaga. Di sela kesibukannya sebagai dosen IAIN, ia juga mengajar
di IKIP Yogya, IAIN Surabaya dan Akmil Magelang. Pernah menjadi Direktur
Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), Rektor Universitas Hasyim As’ari
Jombang (1970-1983) dan Dewan Fakultas Hukum UNU Surakarta. Dia juga menjadi
anggota Badan Wakaf UII, Badan Wakaf IAIN Suanan Kalijaga dan Badan Penyantun
Taman Siswa Yogyakarta.
Wafat 20 Oktober 1986/ 17 Shafar
1406 dalam usia 56 tahun, dimakamkan di Dusun Dongkelan, Taman Tirto, Bantul,
tak jauh dari makam K.H. Munawir dan K.H. Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.
Beberapa hal yang pernah di
sampaikan oleh KH. M. Tolhah Mansur adalah "Usia
sampai tua buat apa kalau tidak bermanfaat. Ngapain usia sampai 80an, 90an
kalau cuma jadi tanggungan keluarga, jadi merepotkan keluarga.”
“Cita-cita IPNU adalah membentuk manusia
berilmu yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam
masyarakat.” Itulah sepenggal pidato KH Tholhah Mansur dalam
Muktamar IV IPNU di Yogyakarta tahun 1961. adalah untuk membentuk dan mencetak
pelajar dan santri Nahdlatul Ulama yang berilmu yang tidak berlagak elitis dan
eksklusif. Berilmu dalam konteks pidato di atas, mempunyai makna yang kompleks,
definisi berilmu disini penulis artikan sebagai kapasitas seorang kader yang
harus mempunyai ilmu pengetahuan sekaligus kecerdasan.
Apa maksud dari pengetahuan dan
kecerdasan yang penulis maksud adalah, seorang kader IPNU, adalah agen yang
harus mempunyai modalitas wawasan (baca: pengetahuan) yang implementatif, ready
to use. Sehingga, kecerdasan disini merupakan upaya untuk mempraktekkan segala
wawasan yang dimilikianya. Karena, melalui dua modalitas inilah kader-kader
IPNU akan menjadi aset transformasi sosial bagi masyarakat yang lebih luas.
Cita-cita ini, tentu dilandasi dengan
asas ideologis yang bersumber dari teks al-Quran, sebagaimana yang teruraikan
melalui pesan surah al-Mujadalah: 11 yang menegaskan bahwa Allah akan
meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan) beberapa derajat. Landasan
normatif ayat suci inilah yang menjadi pedoman pengembangan pengetahuan
sekaligus kecerdasan agar selalu “kehausan” dalam meraup air-air ilmu
pengetahun bagi para kader IPNU.
Namun, orientasi keilmuan ini tentu saja
bukan dalam rangka mencapai ketinggian derajat semata, karena Kiai Tolchah
dalam pidatonya tersebut melakukan taqyid al-makna, yang menegaskan keilmuan
tersebut harus dilandasi sikap yang dekat dengan masyarakat. artinya, kader
IPNU harus mempunyai karakter, yaitu sikap yang siap sedia kapanpun masyarakat
memanggil. Sehingga, sangat absurd jika ada seorang kader IPNU yang tidak dekat
dengan masyarakat, merasa terasing dari denyut kehidupan warganya. Dari
fenomena ini, maka harus ada yang dibenahi dari internal individual atau pola
kaderisasi yang kurang tepat. Karena, sikap elitis inilah yang sangat
dikhawatirkan oleh Kiai Tolchah selaku founding fathers IPNU.
Cita dan asa Kiai Tolchah diatas,
selanjutnya disimbolisasikan melalui logo IPNU yang sangat sarat makna. Gambar
bulu angsa misalnya, dalam logo tersebut dimaknai sebagai spirit keilmuan yang
harus tetap dilakukan oleh para kader, kemudian karakter yang istiqomah,
berkomitmen dan selalu tuntas dalam setiap kinerja disimbolkan dengan logo IPNU
yang berbentuk bulat.
Kemudian, bintang yang merupakan benda
luar angkasa meniscayakan sebuah ketinggian harapan yang harus selalau
tergenggam agar kader-kader tidak hanya hidup tanpa adanya cita-cita yang
tinggi. Dari sekelumit kode-kode inilah, sebenarnya karakter keilmuan IPNU
termanifestasikan dengan baik. Hal ituharus dipahami dan disadari oleh semua
elemen pengurus, anggota, dan seluruh kader.
Sebuah kredo yang terkenal di IPNU:
belajar, berjuang dan bertaqwa juga menjadi semacam world view yang mendarah
daging, untuk terus melakukan kerja-kerja intelektual, sosial dan spiritual
secara sekaligus. Selaras dengan makna nahdlah dalam nomenklatur Nahdlatul
Ulama yang berarti kebangkitan agama dan peradaban secara bersama-sama (nahdlah
ad-diniyah wal madaniyah ma’an). Melihat kesinambungan gagasan konseptual serta
falsafahnya, maka sangat masuk akal jika pembangunan dan keberlangsungan
NahdlatulUlama sebagai garda pembentukan peradaban masyarakat Indonesia, berada
dipundak kader-kader IPNU.
Untuk itulah, pembangunan kader-kader
IPNU sama halnya dengan membangun NU di masa depan, dan memperhatikan NU sama
dengan turut andil dalam membangun generasi bangsa Indonesia yang berkualitas
di era yang akan datang. Selamat Harlah IPNU ke-63. Belajar, Berjuang dan
Bertaqwa.[3]
b. Sofwan Kholil ( Jogja )
c. Abdul Aziz ( Jombang)
d. Abdul Hadi ( Kediri )
e. Ahmad Budairi ( Malang )
f. Abdul Ghoni ( Semarang ) dll
B. DINAMIKA PERKEMBANGAN IPNU
A. Kondisi IPNU sebelum khithoh NU
Sebagai
salah satu badan otonom NU, perkembangan IPNU - IPPNU tidak terlepas
dari keberadaan NU, pada saat NU berstatus parpol tahun 1955 yang juga
merupakan tahun-tahun perkembangan awal IPNU - IPPNU ternyata belum
begitu banyak berkembang karena senantiasa bergelut dengan permasalahan
politik praktis, sehingga yang terjadi prioritas IPNU-IPPNU perhatian
adalah masalah perkembangan kuantitas bukan kualitas dan iklim yang
kurang sehat ternyata juga mempengaruhi perkembangannya, dan tragisnya
banyak kader IPNU - IPPNU harus memakai baju lain dan kurang leluasa
memakai identitas NU dalam gerak sosial dalam masyarakat.
B. Kondisi IPNU sesudah Khithoh 26 dan Kongres Jombang
Tepatnya
diawali oleh hasil muktamar NU XXVII di Situbondo Jawa Timur khithoh NU
1926 terjawab, sehingga perjuangan NU adalah dalam bidang dakwah,
Mabarot dan Pendidikan sebagaimana garis perhubungan yang telah
ditetapkan oleh pendiri NU dan ternyata khithoh NU telah membawa angin
segar IPNU - IPPNU merasakan keleluasaan memakai identitas NU karena NU
bukan lagi menjadi salah satu parpol tetapi sebagai organisasi keagamaan
dan kemasyarakatan.
Sedang
kondisi IPNU - IPPNU pasca Kongres Jombang ternyata juga banyak membawa
perubahan semula basis pembinaan IPNU - IPPNU adalah hanya putra –
putri NU yang berstatus sebagai pelajar, tetapi sejak ditetapkannya
perubahan nama dari Ikatan Putra Nahdlatul Ulama, berarti basis
pembinaan IPNU - IPPNU semakin luas yakni seluruh putra – putri NU baik
berstatus pelajar, santri maupun mahasiswa dan ternyata orientasi IPNU -
IPPNU pun harus semakin luas.[6]
C. PERKEMBANGAN
IPNU-IPPNU DARI KONGRES KE KONGRES
“Kongres Pertama Dibuka Oleh Soekarno dihadiri 30 cabang”
Perjalanan IPNU-IPPNU
pendeklarasiannya mengalami kemajuan dan perkembangan mengiringi dinamika
masyarakat indonesia. Aapun untuk mengkajinya dapat kita buka artefak sejarah
IPNU-IPPNU yang dihasilkan dari beberpa konggres.
a. Konggres I IPNU
Dilaksanakan pada
tgl. 24 Pebruari-3 Maret 1955, terpilih sebagai Ketua Umum; M. Tholchah
Mansyur, dan pada kesempatan itu juga di deklarasikan IPPNU sebagai patner
dalam mengkader generasi NU terutama putri-putrinya. Adapun keputusan penting
yang dihasilkannya:
o
Berpartisipasi aktif
dalam penataan generasi muda (pelajar) sesuai dengan situasi politik negara.
o
Bersama dengan LP
Ma’arif bergerak membina sekolah
o
Mempersiapkan
pembentukan wilayah.
b. Konggres II IPNU
Dilaksanakan pada
tgl. 1-4 Januari 1957 di Pekalongan, terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah
Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Pembentukan
wilayah-wilayah
o
Mengkaji keterkaitan
dengan lembaga Pendidikan Ma’arif
o
Berpartisipasi dalam
pembelaan negara
o
Mempersiapkan berdirinya
departemen kemahasiswaan.
c. Konggres III IPNU
Dilaksanakan pada
tgl. 27-31 Desember 1958, terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah Mansyur, dan
kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Mendirikan Departemen
Perguruan Tinggi
o
Mempersiapkan
pembentukan cabang-cabang
o
Berpartisipasi dalam
pertahanan negara
o
Mempersiapkan CBP
(Corp Brigade Pembangunan).
d. Konggres IV IPNU
Dilaksanakan pada
tgl. 11-14 Pebruari 1961 di Surabaya, terpilih sebagai Ketua Umum M. Tolchah
Mansyur, akan tetapi mengundurkan diri akhirnya digantikan Ismail Makky dan
kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Mempersiapkan
pembentukan cabang-cabang
o
Berpartisipasi dalam
pertahanan negara
o
Mempersiapkan
pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
e. Konggres V IPNU
Dilaksanakan pada
bulan Juli 1963 di Purwokerto, terpilih sebagai Ketua Umum Ismail Makky dan
kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Merekomendasikan KH.
Hasyim As’ari untuk diangkat sebagai pahlawan Nasional
o
Mempersiapkan
pembentukan cabang-cabang
o
Berpartisipasi dalam
pertahanan negara
o
Mempersiapkan
pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
f. Konggres VI IPNU
Dilaksanakan pada
tgl.20-24 Agustus 1966 di Surabaya bersaman dengan PORSENI Nasional, terpilih
sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Lahirnya IPNU sebagai
Badan Otonom NU
o
Memindahkan
sekretariat Pusat dari Yogyakarta ke Jakarta.
o
Ikut langsung dalam
pembersihan G30S/PKI di daerah-daerah
o
Perkembangan politik
praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
o
Perkembangan pesat
pada olah raga dan seni
g. Konggres VII IPNU
Dilaksanakan pada
tahun 1970 di Semarang, terpilih sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan
yang dihasilkan a.l.:
o
Perkembangan politik
praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
o
Perkembangan pesat
pada olah raga dan seni
h. Konggres VIII IPNU
Dilaksanakan pada
tgl.20-24 Agustus 1976 di Jakarta, terpilih sebagai Ketua Umum Tosari Wijaya
dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Mengamanatkan
pendirian departemen kemahasiswaan
o
Kiprah IPNU didunia
politik mempunyai dampak negatif dan menghambat program pembinaan khususnya
dilingkungan sekolah dan kampus serta masyarakat bawah. Meskipun disisi lain
memperoleh keuntungan.
i.
Konggres IX IPNU
Dilaksanakan pada
tahun 1981 di Cirebon, terpilih sebagai Ketua Umum Ahsin Zaidi dan Sekjen S.
Abdurrahman sedang kebijakan yang dihasilkan : Perkembangan IPNU nampak menurun sebagaimana
perkembangan politik negara, dan NU sebagai partai politik (PPP) berimbas pada
IPNU, setelah itu UU no. 3 tahu 1985 tentang UU ORSOSPOL dan UU. 8 tahun 1985
tentang Keormasan yang mengharuskan IPNU hengkang dari Sekolahan/
j.
Konggres X IPNU
Dilaksanakan pada
tgl.29-30 Januari 1988 di Jombang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid
Sa’ady dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Penerimaan Pancasila
sebagai asas IPNU
o
Lahirnya deklarasi
perubahan nama dari Pelajar menjadi Putra NU.
k. Konggres XI IPNU
Dilaksanakan pada
tgl.23-27 Desember 1991di Lasem Rembang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut
Tauhid Sa’ady dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Rekomendasi pada
pemerintah untuk pembubaran SDSB
o
Pelaksaan kegiatan
IPNU tanpa keterikatan dengan IPPNU
o
Pelaksanaan kegiatan
harus diteruskan pada struktur hingga kebawah
l.
Konggres XII IPNU
Dilaksanakan pada
tgl.25-30 Januari 1995 di Garut, Jawa Barat dan terpilih sebagai Ketua Umum
Hilmy Muhammadiyah, kebijakan yang dihasilkan a.l.: bahwa IPPNU sebagai
organisasi kader bertekad mendukung kebijakan NU sebagai organisasi Induk dalam
upaya pengembangan organisasi kedepan.
m. Konggres XIII IPNU
Dilaksanakan pada
tgl.23-26 Maret 2000 di Maros Makassar, Sulawesi Selatan, terpilih sebagai
Ketua Umum Abdullah Azwar Anas dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
o
Mengembalikan IPNU
pada visi kepelajaran, sebagaimana tujuan awal pendiriannya.
o
Menumbuh kembangkan
IPNU pada basis perjuangan, yaitu sekolah dan pondok pesantren
o
Mengembalikan CBP
sebagai kelompok kedisplinan, kepanduan serta kepencinta-alaman.[4]
n. Kongres XIV IPNU
Dilaksanakan pada tanggal 18 – 22 Juni 2003 (Sukolilo, Surabaya). Mujtahidur
Ridho terpilih sebagai ketua umum. kebijakan yang dihasilkan :
§
Perubahan nama dari
IPNU (Ikatan Putra Nahdlatul Ulama’) menjadi IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama’);
§
Penekanan pada visi
kepelajaran sebagaimana tujuan awal berdirinya;
§
Pengembangan
Komisariat-Komisariat di Sekolah dan pondok pesantren dan perguruan tinggi.
o. Kongres XV IPNU
Dilaksanakan pada 9-12 Juli 2006 (Jakarta). Terpilih sebagai ketua
umum Idy Muzayad. Keputusan – keputusan penting dalam kongres ini adalah upaya
mengakhiri masa transisi dari putra ke pelajar sesungguhnya. Mengubah Citra
diri IPNu menjadi Prinsip prinsip perjuangan IPNU ( P2 IPNU ).
p. Kongres XVI IPNU
Dilaksanakan pada 19-22 Juni 2009 (Brebes, Jawa Tengah). Ahmad
Syauqi terpilih sebagai ketua umum. Pada pasal keanggotaan ditambah dengan
Anggota kehormatan, yaitu orang yang berjasa kepada organisasi.
q. Kongres XVII IPNU
Dilaksanakan pada 30 November – 4 Desember 2012 (Palembang). Khairul
Anam Harisah terpilih sebagai ketua umum.
r.
Kongres
XVIII IPNU
Dilaksanakan pada 4 – 8 Desember 2015 (Boyolali, Jawa Tengah). Terpilih
sebagai ketua umum Asep Irfan Mujahid. Sesuai amanat muktamar ke 33 NU, usia
maksimal IPNU diturunkan dari 29 menjadi 27 tahun. Penguatan dan penyiapan PKPT
(Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi).[5]
[1] Pasal 1,
PD dan PRT IPNU Kongres ke XVII 2015 di Boyolali
[2]
Pimpinan Pusat IPNU, “Sejarah IPNU-IPPNU”
diakses dari laman http://www.ipnu.or.id/sejarah-ipnu/
pada 13-11-2018
[3] Imam Fadli - Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU
2015-2018.
[4]
WIKIPEDIA, “Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama’” diakses dari laman https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Pelajar_Nahdlatul_Ulama pada 13-11-2018
[5] IPNU
JATENG, “Catatan Spesial IPNU dari
Kongres ke Kongres” diakses dari laman http://ipnujateng.or.id/catatan-spesial-ipnu-dari-kongres-ke-kongres/ pada 13-11-2018
[6] https://sites.google.com/site/ipnuippnutallo/sekilas-tentang-ipnu--ippnu
[6] https://sites.google.com/site/ipnuippnutallo/sekilas-tentang-ipnu--ippnu
0 Comments